Jadilah
manusia yang “stabil”
Allah SWT banyak menyimpan
pelajaran yang penuh makna dalam kehidupan yang terkandung di alam ini. Harun
Yahya menyampaikan di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman
adalah mereka yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian akan ayat atau
tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-Nya.
Sebaliknya, kata beliau ciri menonjol pada orang yang beriman adalah kemampuan
memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasan sang pencipta tersebut. Ia
mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu
memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah disegala penjuru manapun.
Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan
dan rasa takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu “…orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imraan : 190-191).
Dibanyak
ayat dalam Al-Qur’an, lanjut harun yahya pernyataan seperti, “Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?”, “terdapat tanda-tanda (ayat)
bagi orang-orang yang berakal,” memberikan penegasan tentang pentingnya
memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah
menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan.
Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala
sesuatu diantara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh
Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat
berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini : “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman ;
zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” (QS. An-Nahl : 11).
Di dalam pelajaran tentang
mekanika tanah, kita mempelajari satu bahasan yakni faktor kestabilan lereng.
Bilamana lereng dikatakan stabil (tidak longsor) ataupun longsor dipengaruhi
oleh dua faktor, yakni gaya penggerak dan gaya penahan. Jika pada suatu lereng gaya
penahan lebih besar dibandingkan dengan gaya penggerak, maka lereng tersebut
stabil (tidak longsor). Akan tetapi bilamana gaya penggerak lebih besar dari
pada gaya penahan, maka lereng tersebut akan mengalami longsor (tidak stabil).
Berkaitan dengan hal ini,
ada sebuah pelajaran berharga yang dapat saya ambil. Dari ilmu tentang
kestabilan lereng. Sebuah mata perkuliahan di jurusan Teknik Pertambangan.
Yakni ada 3 golongan manusia sebagai bukti identifikasi kestabilan dirinya yang
dikaitkan dengan kestabilan lereng tanah. Kita sebut saja gaya penahan ini
adalah takwa, sementara gaya penggerak ini adalah hawa nafsu. Dalam banyak
pendapat salah satunya disampaikan hakikat takwa adalah, hendaknya Allah tidak
melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu di
dalam perintah-perintah-Nya. Sementara hawa nafsu keburukan adalah sesuatu yang
selalu membawa kita ke arah ketidaktaatan, keburukan dan pembangkangan kepada
Allah dan perintah-perintah-Nya.
Manusia yang pertama adalah
manusia yang stabil, yakni manusia yang pada dirinya terdapat gaya penahan yang
jauh lebih besar dibandingkan gaya penggerak. Pada diri manusia ini terdapat
nilai dan makna takwa yang besar dibandingkan dengan hawa nafsu. Ketika datang
gelombang keburukan yang terus menggelayuti di setiap langkah dan sisi
kehidupan, maka dengan besarnya takwa yang bercokol di dalam dirinya ini yang
akan meng-counter pengaruh hawa nafsu
yang muncul dan mencoba merusak segalanya. Manusia ini yang dimaksud sebagai
manusia yang stabil, manusia yang tidak longsor.
Ketika
nilai gaya penahan yang rendah dibandingkan nilai gaya penggerak yang jauh
lebih besar, maka manusia jenis ini adalah manusia yang tidak stabil dan akan
longsor ibarat lereng yang gaya penggeraknya jauh lebih besar dari gaya
penahannya. Tipisnya tameng takwa pada diri karena jarang diperhatikan komponen
keterikatan setiap partikelnya agar selalu terikat antara satu dan lainnya yang
menyebabkan nilainya rendah dan lemah. Atau ada faktor eksternal yang
menyebabkan nilai takwa ini begitu kecil dan lemah sehingga tak mampu menahan
nilai faktor penggerak yang besar yang ditimbulkan dari hawa nafsu yang
bergejolak dan memberikan gempuran dalam diri. Manusia seperti inilah yang
disebut manusia yang tidak stabil dan dapat dipastikan segera akan mengalami
kelongsoran.
Dan jenis
manusia yang ketiga adalah manusia yang labil (antara stabil dan longsor). Dalam
ilmu pertambangan lereng ini yang jauh lebih berbahaya karena kita tidak bisa
memprediksi kapan dia akan longsor. Bisa jadi ketika lengah atau ketika kita
belum siap. Dan yang lebih berbahaya lagi apabila ia belum sadar bahwasannya
dirinya ini akan longsor, dan akhirnya ia mengakhiri hidup ini dalam keadaan su’ul khatimah, naudzubillah. Allah SWT
berfirman dalam ayat-Nya : “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam islam secara keseluruhan (kaffah),
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208). Ini menjelaskan kepada
kita bahwa masuklah dan beradalah dalam islam dengan pemahaman yang menyeluruh.
Tidak setengah-setengah. Ini merupakan perintah Allah kepada orang-orang yang
beriman untuk masuk kedalam islam secara utuh dan menyeluruh. Mereka tidak
meninggalkan sesuatu pun darinya, dan agar mereka tidak seperti orang-orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.
Jadilah
kita manusia yang stabil. Manusia yang nilai penahannya (takwa) jauh lebih
besar dibandingkan nilai penggeraknya (hawa nafsu). Mari tingkatkan takwa
kepada Allah agar kita menjadilereng yang stabil dan kokoh serta aman bagi diri
sendiri dan juga aman bagi orang-orang yang berada di sekitar lereng (diri
kita). Wallahu a’lam bishawab.
Dwipa
Aprianur
Mahasiswa
Teknik Pertambangan
Universitas Mulawarman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar